Musyafahat atau berjabat tangan berasal dari kata al-shafh dalam berbagai bentuk terulang sebanyak delapan kali dalam Al-Quran. Kata ini pada mulanya berarti lapang. Halaman pada sebuah buku dinamai shafhat karena kelapangan dan keluasannya. Dari sini, al-shafh dapat diartikan kelapangan dada. Berjabat tangan dinamai mushafahat karena melakukannya menjadi perlambang kelapangan dada.
Hendaklah mereka memaafkan dan melapangkan dada! Apakah kamu tidak ingin diampuni oleh Allah? (QS Al-Nur [24]: 22).
Sedangkan Kata al-'afw (Ma'af) terulang dalam Al-Quran sebanyak 34 kali dan ayat-ayat yang menggunakan kata 'afw, dan berbicara tentang pemaafan semuanya dikemukakan tanpa adanya usaha terlebih dahulu dari orang yang bersalah.
Balasan terhadap kejahatan adalah pembalasan yang setimpal, tetapi barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, ganjarannya ditanggung oleh Allah (QS Al-Syura [42]: 40).
Kesan yang disampaikan oleh ayat-ayat ini adalah anjuran untuk tidak menanti permohonan maaf dari orang yang bersalah, melainkan hendaknya memberi maaf sebelum diminta. Mereka yang enggan memberi maaf pada hakikatnya enggan memperoleh pengampunan dari Allah Swt. Tidak ada alasan untuk berkata, "Tiada maaf bagimu", karena segalanya telah dijamin dan ditanggung oleh Allah Swt.
Bagaimana dengan orang yang bersalah, sedangkan orang yang tidak bersalahpun diperintahkan untuk memberi ma'af dengan lapang dada kemudian melindungi dan memberinya keselamatan?
Maka Adam menerima dan Tuhan-Nya (petunjuk) berupa kalimat-kalimat, dan Dia bertobat (mengampuninya) (QS Al-Baqarah [2]: 37).
Pemberian kalimat-kalimat itu memberi isyarat bahwa Allah membuka pintu tobat-Nya, dan memberi taufik kepada mereka yang berdosa, yang terketuk hatinya untuk kembali.
Maka barangsiapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatannya, dan memperbaiki diri, sesungguhnya Allah bertobat kepadanya (menerima tobatnya). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Al-Ma-idah [5]: 39).
Penutup surat An-Nisa ayat 26 mengisyaratkan langkah pertama tobat Allah, yang dilakukan-Nya kepada mereka yang diketahui terketuk hatinya atau memiliki kesadaran terhadap dosanya. Langkah tersebut dilakukan oleh Allah karena Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk bisikan-bisikan hati manusia, dan karena Dia Maha Bijaksana.
Penutup surat Al-Ma-idah juga berbicara tentang tobat A1lah, tetapi kali ini dia benar-benar telah "tobat" (kembali) ke posisi semula. Namun harus disadari bahwa hal ini baru terjadi jika sang hamba yang berdosa bertobat dan memperbaiki diri. Allah mendekatkan diri dan kembali ke posisi semula, disebabkan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Mari manfaatkan hari raya ini untuk tidak hanya mengikuti tradisi melainkan langkah pasti mencapai jiwa yang fitri melalui hati dan memperbaiki diri.
WAWASAN AL-QURAN Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H